Currency war atau perang mata uang masih terus berlangsung. Menurunkan suku bunga dibalas dengan penurunan interest rate negara lain.
Currency war bahkan sampai pada kebijakan suku bunga negatif dan atau melakukan devaluasi. Penurunan suku bunga telah dilakukan oleh hampir semua negara-negara maju mulai dari Eropa, Jepang, Australia, New Zealand, Canada sampai China. Terakhir hari ini, Bank of Japan (BOJ) mengejutkan pasar dengan menerapkan negative interest rate policy -0,1% untuk institusi finansial yang menyimpan dana di bank sentral tersebut. Sementara mayoritas pelaku pasar sebelumnya hanya memperkirakan bahwa BOJ tetap mempertahankan kebijakan sebelumnya.
Currency war atau perang saling melemahkan mata uang tersebut juga dibarengi dengan kebijakan pemberian stimulus oleh bank sentral Eropa (BOE) dan BOJ dengan berbagai cara. Stimulus dengan berbagai macam istilah tersebut sebenarnya adalah copy paste dari apa yang dilakukan The Fed dengan program Quantitative Easing (QE). Tujuannya jelas untuk merangsang atau memacu pertumbuhan ekonomi.
Hari ini bank sentral Jepang juga menyatakan masih mempertahankan program pembelian aset atau monetary base senilai ¥80 triliun per tahun. Kuroda, Gubernur bank sentral Jepang, juga menegaskan jika BOJ masih berpeluang untuk menambah monetary base. Yang jelas semua keputusan yang diambil adalah untuk merespon risiko yang dihadapi ekonomi masing-masing negara terhadap gejolak finansial global.
Secara logika ekonomi analisa fundamental, negara yang sedang atau mulai terkena dampak krisis ekonomi tentunya akan resah jika mata uangnya menguat atau terlalu kuat terhadap mata uang negara lain. Menguatnya mata uang tersebut saat ini umumnya disebabkan adanya kebijakan negara “lawan” yang melemahkan mata uangnya. Jadi bukan karena baiknya pertumbuhan ekonomi dari negara yang mata uangnya menguat. Penguatan mata uang suatu negara dapat menyebabkan hal-hal sbb:
- Produk negara tersebut menjadi semakin mahal.
- Dampaknya bisa membuat tidak mampu bersaing dengan produk negara lain yang mata uangnya lebih lemah. Negara yang mata uangnya lebih lemah harga produknya menjadi lebih murah. Apalagi jika produk yang harganya lebih kompetitif tersebut mempunya kualitas yang baik.
- Efek dominonya dari tingginya harga produk suatu negara akibat penguatan mata uang menjadi kurang mempu bersaing di pasaran internasional sehingga nilai ekspor turun.
- Menurunnya pesanan ekspor bisa membuat pabrik mengurangi produksi apalagi jika diikuti dengan menurunnya konsumsi atau daya beli lokal.
- Selanjutnya akan banyak pabrik yang tutup.
- Terjadi pemutusan hubungan kerja.
- Naiknya tingkat pengganguran.
- Ketersedian lapangan kerja menjadi berkurang.
- Daya beli menurun.
Dengan demikian ekonomi mulai lesu, perputaran bisnis akan melambat dan pelaku industri menahan diri. Pengusaha tidak mau atau mengurangi produksi dan tidak mau melakukan ekspansi bisnis serta mungkin akan menahan dana. Perputaran uang akan menjadi sedikit (supply mata uang berkurang), inflasi akan turun dan bahkan sampai terjadi deflasi. Salah satu penyebab deflasi adalah perputaran mata uang yang cenderung sedikit akibat lesunya ekonomi. Ini dapat menyebabkan mata uang kembali menguat. Demikian rentetan peristiwa yang terjadi sampai yang dinamakan krisis ekonomi.
Dari hal tersebut di atas secara sederhana dapat disimpulan bahwa ciri-ciri negara yang mengalami perlambatan atau krisis ekonomi adalah: mulai menurunkan suku bunga sampai beberapa kali, dilanjutkan dengan pemberian stimulus dan rendahnya inflasi bahkan sampai terjadi deflasi. Ini menjadi pedoman utama dalam melakukan trading Forex Gold khususnya swing trader. Misalkan untuk pair EURUSD, secara long term tetap incar posisi sell apalagi saat terjadi koreksi naik.
Rendahnya inflasi bahkan sampai terjadi deflasi inilah yang menjadi masalah besar negara-negara maju yang saat ini sedang mengalami perlambatan atau krisis ekonomi. Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah strategis pelonggaran ekonomi (easing) seperti menurunkan suku bunga, memberikan stimulus, dll sesuai yang sudah diuraikan di atas. Inilah yang menjadi dasar terjadinya currency war.
Dengan lemahnya mata uang maka diharapkan berdampak positip seperti:
- Murahnya harga barang sehingga bisa bersaing di tingkat internasional.
- Tingginya pesanan sehingga menaikan nilai ekspor.
- Ekspansi bisnis dan pertumbuhan industri.
- Pembukaan lapangan kerja baru.
- Berkurangnya pengangguran.
- Kenaikan daya beli masyarakat (retail sales).
- Tingkat konsumsi makin tinggi.
- Kenaikan inflasi sampai batas-batas wajar
- Pertumbuhan ekonomi
Demikian selanjutnya sampai akhirnya terjadi apa yang dinamakan bubble. Suatu negara akan kembali mengalami krisis ekonomi jika sampai bubble itu terjadi. Uraian di atas dapat disebut sebagai siklus ekonomi.
Demikian kaitan currency war dengan siklus ekonomi sebagai bagian dari materi analisa fundamental yang diberikan dalam training & live trading Forex Gold.